Kamis, 02 Maret 2017

SISTEM PENDIDIKAN DAN MASA DEPAN BANGSA

Mutu Pendidikan dan Daya Saing Bangsa
Setiap bangsa tentu mempunyai visi tentang masa depan. Visi itu biasanya tergambar pada berbagai rencana strategis yang telah ditetapkan. Tetapi gambaran masa depan yang ada dalam rumusan visi pengembangan tetap saja tidak cukup untuk meyakinkan satu bangsa tentang masa depannya, karena ketepatan dan keterwujudan satu visi sangat tergantung pada agenda- agenda pengembangan yang menyertainya, dan efektifitas dari agenda-agenda tersebut sangat ditentukan oleh validitas data, ketepatan perhitungan, dan akurasi prediksi. Salah satu cara yang sangat mudah untuk memprediksi masa depan satu bangsa adalah dengan berkaca pada sistem pendidikannya. Melihat dan memahami sistem pendidikan satu bangsa sama halnya dengan meneropong masa depan bangsa tersebut. Apa yang terjadi hari ini dalam sistem pendidikan satu bangsa mencerminkan apa yang akan terjadi pada bangsa tersebut di masa yang akan datang.

Bangsa yang memiliki sistem pendidikan bermutu dapat diperkirakan akan menjadi bangsa yang kuat dan berdaya saing tinggi. Sebaliknya, bangsa yang sistem pendidikannya tidak bermutu dapat diperkirakan akan menjadi bangsa yang lemah. Dengan sistem pendidikan bermutu, satu bangsa tidak hanya mampu mengubah peruntungannya untuk menjadi bangsa yang lebih baik, tetapi juga akan mampu mengubah dunia. “Education,” kata Nelson Mandela, “is the most powerful weapon which you can use to change the world.”  Sebaliknya, bangsa yang sistem pendidikannya amburadul atau karut marut akan menjadi bangsa pesakitan, tanpa keunggulan, martabat, dan kedaulatan. Bangsa seperti ini akan selalu kalah sebelum berperang dan gampang dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Jangankan mengubah dunia, bangsa seperti ini tidak akan mampu mengatasi masalahnya sendiri.

Sistem pendidikan yang bermutu akan melahirkan generasi muda bangsa yang bermutu pula, yaitu generasi muda yang beriman, berilmu, dan berkarakter, yang mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, memahami berbagai permasalahan yang dihadapi bangsanya, dan memiliki komitmen serta kompetensi tinggi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi bangsanya. Generasi muda bermutu akan menjadi bagian dari pemecahan masalah (part of problem solvers) bagi bangsanya. Pada saatnya, generasi muda bangsa yang beriman, berilmu, dan berkarakter akan menjadi pemimpin yang visioner dan mampu menginspirasi bangsanya untuk terus bekerja keras dan  cerdas, dengan  penuh semangat, motivasi, komitmen, dan disiplin tinggi. Mereka akan menjadi agen perubahan (agent of change) dan lokomotiof pengembangan bagi bangsanya menuju destinasi masa depan yang lebih baik, sebagai bangsa yang unggul, berdaulat, bermartabat, dan berperadaban tinggi.

Sebaliknya, sistem pendidikan yang tidak bermutu akan melahirkan generasi muda bangsa yang tidak bermutu pula, yaitu generasi yang tidak beriman, tidak berilmu dan tidak berkarakter. Generasi muda seperti ini tidak punya visi yang jelas tentang masa depan bangsanya. Mereka tidak memahami siapa dirinya, permasalahan bangsanya, dan apa yang harus dilakukan untuk bagsanya. Mereka akan selalu menjadi bagian dari masalah (part of the



prolems). Ketika kelak menjadi pemimpin, generasi bangsa yang tidak bermutu akan menjadi pemimpin yang selalu ragu, cemas, dan berkeluh kesah, karena tidak memahami apa yang terjadi, tidak tahu pasti apa yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan, dan selalu tidak siap menerima resiko dari keputusan dan tindakannya. Para pemimpin seperti ini tidak akan mampu menjadi penyemangat dan inspirator bagi bangsanya untuk maju dan berubah. Mereka hanya akan berkeluh kesah, saling menyalahkan, dan meratapi setiap permasalahan. Mereka tidak punya landasan idiil untuk menatap masa depan bangsanya. Mereka tidak punya karakter untuk secara disiplin, konsisten, adil, dan bertangung jawab memperjuangkan kepentingan bangsanya. Mereka tidak punya agenda strategis untuk mengubah peruntungan bangsanya. Pada saatnya para pemimpin seperti ini hanya akan mewariskan bangsa yang “penakut,” “peniru,” dan “pengekor,” yang masa depannya ditentukan atau didikte oleh bangsa lain, sehingga lambat laun akan menjadi bangsa yang “tergadai” dan “terjajah.”

Hubungan antara mutu sistem pendidikan kita hari ini dan masa depan bangsa kita sangatlah jelas dan akan terbukti. Hubungan tersebut dilandasi oleh logika yang sangat sederhana, bahwa pendidikan bermutu akan melahirkan SDM bermutu pula, dan SDM bermutu dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa, dan untuk membangun peradaban bangsa. Dengan logika tersebut, jelaslah bahwa pendidikan yang bermutu adalah elan vital bagi kemajuan satu peradaban. Bangsa-bangsa berperadaban tinggi adalah bangsa- bangsa yang memiliki sistem pendidikan sangat bermutu. Membangun sistem pendidikan bermutu adalah satu-satunya cara untuk membangun bangsa yang kuat dan berperadaban tinggi.

Pendidikan dan Kenegarawanan
Bangsa yang ingin berkembang menjadi bangsa yang besar, unggul, berdaulat, bermartabat, dan berperadaban tinggi, dituntut untuk secara bersungguh-sungguh dan konsisten meningkatkan mutu sistem pendidikannya. Para pemimpinnya dituntut untuk dapat memanfaakan semua sumber daya dan kekuasaan yang dimiliki demi terwujudnya sistem pendidikan yang bermutu. Mereka harus mengenyampingkan semua bentuk ego, vested interests, dan kesombongan demi kemajuan sistem pendidikan. Mereka harus siap mengatasi semua rintangan, menghadapi semua resiko, dan berkorban, demi kemajuan pendidikan. Misi utama mereka adalah memberikan pendidikan yang terbaik bagi bangsanya, dan menghantarkan bangsanya ke masa depan yang lebih baik. “The task of the leader,” kata Henry A. Kissinger, “is to get his people from where they are to where they have not been.”

Para pemimpin harus siap mempertaruhkan segalanya demi lahirnya generasi muda bangsa yang beriman, berilmu dan berkarakter. Mereka adalah para pemimpin yang visioner, yang akan mengesampingkan semua kepentingan politik sesaat demi kepentingan masa depan bangsa dan negara. Mereka adalah negarawan, bukan politisi. "Negarawan,” menurut Tanri Abeng, “berpikir generasi berikutnya, sedangkan politisi berpikir pemilu berikutnya." Bagi mereka, kekuasaan adalah alat pengabdian, bukan tujuan. Mereka berusaha memanfaatkan kekuasaan untuk mewariskan kebaikan dan kemajuan sebanyak mungkin bagi bangsanya.

Demi lahirnya generasi muda bangsa yang bermutu, seorang negarawan tidak akan pernah bereksperimen dalam urusan pendidikan. Setiap kebijakannya selalu bertitik tolak pada analisis kebutuhan (need assessment), kondisi riil, tujuan yang jelas, strategi yang matang, dan



uji coba atau pilot project yang cukup. Mereka membuat keputusan berdasarkan data atau berbasis riset (research based decisions), tidak berdasarkan praduga atau opini atau kepentingan kekuasaan (authority based). Seorang negarawan tidak akan pernah menyia- nyiakan anggaran pendidikan untuk kepentingan pribadi atau politik atau kelompok. Dia tidak akan membiarkan problematika pendidikan terjadi berulang-ulang dan berlarut-larut tanpa solusi. Dia tidak akan pernah mengangkat pejabat publik dalam bidang pendidikan hanya karena sebuah loyalitas politik. Untuk ranah pendidikan, dia senantiasa bertindak profesional dan menginginkan yang terbaik. Dia hanya memberi amanah kepada orang yang tepat (the right man on the right place).

Mengamanahkan urusan pendidikan kepada orang-orang yang memahami pendidikan, mencintai pendidikan, dan berkomitmen terhadap kemajuan pendidikan adalah langkah awal yang sangat penting bagi para pemimpin satu bangsa, untuk mewujudkan sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Sebaliknya, mengamanahkan urusan pendidikan kepada orang-orang yang tidak memahami dan mencintai pendidikan adalah awal bagi kehancuran sistem pendidikan, yang pada akhirnya secara perlahan akan menyebabkan kehancuran bangsa.

Sejarah perkembangan bangsa-bangsa di dunia, mulai dari era Yunani Kuno hingga era globalisasi sekarang ini, membuktikan bahwa bangsa-bangsa yang maju dan unggul adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang baik, dan bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang baik adalah bangsa-bangsa yang memiliki pemimpin yang memiliki komitmen dan kemauan politik untuk memajukan pendidikan bangsanya. Mereka secara all out dan konsisten menggunakan kewenangan dan kekuasaan politik untuk memajukan pendidikan. Mereka terus berupaya membuat berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan program-program pendidikan yang riil, yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, bukan program-program pendidikan yang hanya ada dalam retorika kampanye atau disimbolisasikan dalam acara-acara seremonial belaka. Dengan penuh pemahaman dan kesadaran, mereka tidak mau dan tidak pernah memanfaatkan atau memperalat pendidikan untuk kepentingan-kepentingan politik atau untuk tujuan pencitraan (education for politics). Sebaliknya, mereka menggunakan kekuasaan politik untuk berbuat yang terbaik untuk kemajuan pendidikan (politics for education).

Pendidikan sebagai Prioritas Utama
Bagi para pemimpin yang visioner dan memiliki karakteristik kenegarawanan, kepentingan pendidikan adalah hal yang paling utama. Pendidikan menjadi “panglima” dalam agenda- agenda besar mereka, selalu menjadi prioritas utama dalam kebijakan-kebijakan mereka. Visi ini dimiliki oleh banyak pemimpin di dunia, antara lain Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris. Setiap kali ditanyakan tentang prioritas utamanya, pria yang memiliki nama lengkap Anthony Charles Lynton Blair ini selalu menjawab: "Education, education, education." Selama menjadi Perdana Menteri Inggris, Blair menambah dana pendidikan, memperbaiki dan mengupgrade sarana dan prasarana pedidikan, mengintegrasikan TIK dalam sistem pelayanan pendidikan, meningkatkan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan dan menaikkan gaji mereka.

Pada masa kepemimpinan Tony Blair, jumlah penambahan tenaga pendidik dan kependidikan di Inggris melebihi jumlah penambahan tenaga kerja dalam bidang militer. Pada masa itu, hampir 75% dari pekerja di Inggris adalah tenaga pendidik dan kependidikan, sehingga rasio guru-murid di Inggris menjadi satu berbanding 11, jauh lebih baik dari rasio guru-murid di negara-negara maju lainnya, seperti Amerika Serikat, dimana rasio guru-murid adalah satu berbanding 24. Meskipun belum sepenuhnya berhasil meningkatkan prestasi anak- anak di Inggris dan mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di negaranya, komitmen dan kemauan politik Tony Blair untuk kemajuan pendidikan patut diapresiasi dan diteladani.

Visi pendidikan Blair juga dimiliki oleh para pemimpin dunia lainnya. Mantan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, misalnya, menegaskan bahwa satu-satunya cara bagi satu bangsa untuk dapat bersaing di abad ke-21 ini adalah dengan membangun sistem pendidikan yang bermutu. Dalam ungkapan beliau: “You see, we’ll never be able to compete in the 21st century unless we have an education system that doesn’t quit on children, an education system that raises standards, an education that makes sure there’s excellence in every classroom.” Bagi Bush, membenahi sistem pendidikan adalah langkah awal sebagai titik tolak bagi langkah- langkah berikutnya untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. Dia mengatakan: “Think about every problem, every challenge, we face. The solution to each starts with education.” Berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang melanda satu bangsa, seperti kemiskinan, keputusasaan, kepasrahan, dan ketidaksabaran, dan kebodohan, umumnya bermuara pada satu hal, yaitu sistem pendidikan, sehingga hanya dapat diatasi melalui penataan sistem pendidikan dan meningkatkan efektifitas lembaga-lembaga pendidikan. “He who opens a school door,” kata Victor Hugo, “closes a prison”.

Ada hubungan yang erat antara sistem pendidikan dan sistem politik di satu negara. Sistem pendidikan akan mewarnai sistem politik, dan begitu juga sebaliknya, sistem politik akan mewarnai sistem pendidikan. Realitas sistem pendidikan satu bangsa adalah refleksi dari realitas sistem politiknya, dan realitas sistem politik satu bangsa adalah refleksi dari sistem pendidikannya. Karut marut kehidupan politik adalah bukti paling autentik dari kegagalan sistem pendidikan, dan karut marut sistem pendidikan adalah bukti autentik dari kegagalan sistem politik. Pendidikan dan politik bahu membahu membentuk karakter satu bangsa dan mewarnai masa depannya. Bersama-sama, pendidikan dan politik membentuk dan mewarnai cara berpikir, bersikap, dan bertindak satu bangsa. Wajah bangsa kita hari ini adalah refleksi dari wajah pendidikan dan politik kita pada masa lalu, dan wajah bangsa kita di masa yang akan datang dapat kita bayangkan pada wajah pendidikan dan politik kita hari ini.

Nilai Strategis Pendidikan
Ada beberapa nilai strategis yang membuat pendidikan begitu penting bagi satu bangsa dan menentukan masa depannya.
Pertama, pendidikan adalah katalisator untuk mengubah informasi menjadi ilmu pengetahuan, baik pengetahuan yang ada dalam buku-buku teks, maupun pengetahuan yang ada dalam kehidupan. Pendidikan mengingatkan kita bahwa segala sesuatu ada ilmunya, dan dengan ilmu, kita dapat melakukan pencerahan (enlightenment) dan membuat setiap individu memiliki rasa percaya diri (self confidence) untuk mengambil setiap keputusan, menghadapi kehidupan, dan untuk menerima keberhasilan dan kegagalan. Ilmu pengetahuan adalah kekuatan (knowledge is power) yang dapat menjadi senjata pamungkas untuk menaklukkan medan kehidupan menuju masa depan. Kekuatan dan daya saing satu bangsa tidak ditentukan oleh uang dan senjata, tetapi ditentukan oleh mutu sistem pendidikan dan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa yang menguasai dunia saat ini dan akan menguasai dunia pada masa yang akan datang, bukanlah bangsa yang memiliki persenjataan lengkap, tetapi bangsa yang memiliki sistem pendidikan bermutu tinggi dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kedua, pendidikan adalah jendela dunia (window of the world). Pendidikan menuntun kita untuk menjelajah, memahami, dan memaknai dunia di sekitar kita. Dari penjelajahan, pemahaman, dan pemaknaan itu kita akan mendapatkan perspektif untuk menjalani kehidupan dan mengembangkan pemikiran serta pandangan tentang hal-hal yang ada dalam kehidupan kita. Dalam konteks ini, pendidikan membuat kita memiliki kemampuan untuk menginterpretasi berbagai hal yang ada di sekitar kita dengan benar. Pendidikan yang baik menjauhkan kita dari berbagai illusi dan menghapus semua bentuk keyakinan yang salah dalam pikiran kita. Pendidikan membantu kita menciptakan gambaran yang jelas dan menghapus kebingungan kita tentang segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Pendidikan mengungkap berbagai pertanyaan dan juga membantu kita mendapatkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Ketiga, pendidikan adalah jendela kesempatan (window of opportunities). Pendidikan mengembangkan potensi diri kita dan membekali kita dengan berbagai kompetensi dan karakter yang kita butuhkan untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita. Kompetensi dan karakter secara bersama-sama membuka pintu-pintu kesempatan bagi kita untuk  menentukan dan mengembangkan karir, dalam rangka merenda masa depan yang kita inginkan. Semakin baik dan strategis pendidikan yang kita dapatkan, maka akan semakin baik dan strategis pula jendela kesempatan yang terbuka untuk kita. Semua jenis pekerjaan membutuhkan orang-orang yang terdidik (well-educaed), yaitu orang-orang yang berilmu (knowlegable), terampil (skillful), kreatif, innovatif, dan berkarakter. Menurut Jean Piaget (1896-1980), seorang ahli psikologi kognitif (cognitive psychologist) asal Swiss, the principal goal of education is to create men who are capable of doing new things, not simply of repeating what other generations have done” (tujuan utama pendidikan adalah utuk menghasilkan manusia yang mampu mengerjakan sesuatu yang baru, tidak hanya mengulang apa-apa yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya).

Keempat, pendidikan adalah sarana mobilitas sosial. Semua bentuk kualifikasi, kompetensi, dan prestasi yang diraih melalui pendidikan adalah energi positif yang akan mendorong seseorang ke posisi sosial tertentu. Pendidikan yang baik akan memberikan kompetensi keilmuan dan ketrampilan yang baik, lalu kompetensi keilmuan dan ketrampilan yang baik akan membuka kesempatan bagi pekerjaan atau profesi yang lebih baik, pekerjaan atau profesi yang lebih baik tentu saja menjanjikan insentif atau kepercayaan (trust) lebih baik pula, dan tingkat pengakuan yang terus meningkat akan menaikkan status sosial.

Kelima, pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia (basic human needs). Setiap warganegara membutuhkan pendidikan dan harus diberi akses pendidikan (education for all), dan semua komponen bangsa harus berpartisipasi dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan (all for education). Mengabaikan hak-hak pendidikan warga negara dan tidak memberikan kontribusi apapun dalam kegiatan pendidikan adalah sebuah tindakan yang egois dan tidak bertanggung jawab. Jika kebutuhan pendidikannya dipenuhi, maka rakyat akan siap untuk berubah dan membangun. Sebaliknya, jika kebutuhan pendidikannya tidak terpenuhi masyarakat  tidak  akan  siap  untuk  berubah,  apalagi  membangun.  Masyarakat  yang  tidak terdidik akan mudah frustasi, pemarah, dan cenderung apatis terjhadap lingkungannya.

Keenam, pendidikan adalah peta jalan (road map) menuju masa depan. Setiap individu, masyarakat, dan bangsa membutuhkan pendidikan sebagai peta jalan (road map) untuk menyongsong masa depan. Pendidikan membuka mata kita tentang corak masa depan yang bagaimana yang seharusnya kita wujudkan, mengapa kita harus menuju ke sana, jalan mana yang harus kita tempuh untuk tiba di sana, dan bagaimana atau dengan kendaraan jenis apa seharusnya kita menuju ke sana.

Dengan beberapa nilai strategis yang dimilikinya, maka pendidikan benar-benar menjadi faktor yang menentukan (determinant factor) bagi masa depan satu bangsa. Bangsa yang membiarkan sistem pendidikan nasionalnya terpuruk dan penuh problematika adalah bangsa yang tidak bertanggung jawab dan pasrah terhadap masa depannya. Mencermati kondisi pendidikan nasional kita hari ini secara seksama bukanlah upaya mencari-cari kesalahan, tetapi sebuah langkah penting untuk menemukan rancangan yang tepat bagi masa depan kita. Merancang dan menata sistem pendidikan berarti merenda masa depan. Jika hari ini kita belum puas dengan sistem pendidikan nasional kita dan terus membiarkan kita tidak puas dengannya, dapat dipastikan bahwa masa depan yang tidak bahagia telah menanti kita. Jika kita menginginkan sebuah masa depan yang bahagia bagi bangsa kita, maka hanya ada satu cara, yaitu memastikan bahwa hari ini kita memiliki sistem pendidikan nasional yang bermutu, yaitu sistem pendidikan yang membahagiakan dan membanggakan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar