SISTEM PENDIDIKAN DAN MASA DEPAN BANGSA
Mutu Pendidikan dan Daya Saing Bangsa
Setiap bangsa tentu
mempunyai visi tentang masa depan. Visi itu biasanya tergambar pada
berbagai rencana strategis yang telah ditetapkan. Tetapi gambaran masa
depan yang ada dalam rumusan visi pengembangan tetap saja tidak cukup
untuk meyakinkan satu bangsa tentang masa depannya, karena ketepatan dan
keterwujudan satu visi sangat tergantung pada agenda- agenda
pengembangan yang menyertainya, dan efektifitas dari agenda-agenda
tersebut sangat ditentukan oleh validitas data, ketepatan perhitungan,
dan akurasi prediksi. Salah satu cara yang sangat mudah untuk
memprediksi masa depan satu bangsa adalah dengan berkaca pada sistem
pendidikannya. Melihat dan memahami sistem pendidikan satu bangsa sama
halnya dengan meneropong masa depan bangsa tersebut. Apa yang terjadi
hari ini dalam sistem pendidikan satu bangsa mencerminkan apa yang akan
terjadi pada bangsa tersebut di masa yang akan datang.
Bangsa yang memiliki
sistem pendidikan bermutu dapat diperkirakan akan menjadi bangsa yang
kuat dan berdaya saing tinggi. Sebaliknya, bangsa yang sistem
pendidikannya tidak bermutu dapat diperkirakan akan menjadi bangsa yang
lemah. Dengan sistem pendidikan bermutu, satu bangsa tidak hanya mampu
mengubah peruntungannya untuk menjadi bangsa yang lebih baik, tetapi
juga akan mampu mengubah dunia. “Education,” kata Nelson Mandela, “is
the most powerful weapon which you can use to change the world.”
Sebaliknya, bangsa yang sistem pendidikannya amburadul atau karut marut
akan menjadi bangsa pesakitan, tanpa keunggulan, martabat, dan
kedaulatan. Bangsa seperti ini akan selalu kalah sebelum berperang dan
gampang dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Jangankan mengubah dunia,
bangsa seperti ini tidak akan mampu mengatasi masalahnya sendiri.
Sistem pendidikan yang
bermutu akan melahirkan generasi muda bangsa yang bermutu pula, yaitu
generasi muda yang beriman, berilmu, dan berkarakter, yang mampu
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, memahami berbagai
permasalahan yang dihadapi bangsanya, dan memiliki komitmen serta
kompetensi tinggi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi bangsanya.
Generasi muda bermutu akan menjadi bagian dari pemecahan masalah (part
of problem solvers) bagi bangsanya. Pada saatnya, generasi muda bangsa
yang beriman, berilmu, dan berkarakter akan menjadi pemimpin yang
visioner dan mampu menginspirasi bangsanya untuk terus bekerja keras
dan cerdas, dengan penuh semangat, motivasi, komitmen, dan disiplin
tinggi. Mereka akan menjadi agen perubahan (agent of change)
dan lokomotiof pengembangan bagi bangsanya menuju destinasi masa depan
yang lebih baik, sebagai bangsa yang unggul, berdaulat, bermartabat, dan
berperadaban tinggi.
Sebaliknya, sistem
pendidikan yang tidak bermutu akan melahirkan generasi muda bangsa yang
tidak bermutu pula, yaitu generasi yang tidak beriman, tidak berilmu dan
tidak berkarakter. Generasi muda seperti ini tidak punya visi yang
jelas tentang masa depan bangsanya. Mereka tidak memahami siapa dirinya,
permasalahan bangsanya, dan apa yang harus dilakukan untuk bagsanya.
Mereka akan selalu menjadi bagian dari masalah (part of the
prolems). Ketika kelak
menjadi pemimpin, generasi bangsa yang tidak bermutu akan menjadi
pemimpin yang selalu ragu, cemas, dan berkeluh kesah, karena tidak
memahami apa yang terjadi, tidak tahu pasti apa yang sebaiknya dan
seharusnya dilakukan, dan selalu tidak siap menerima resiko dari
keputusan dan tindakannya. Para pemimpin seperti ini tidak akan mampu
menjadi penyemangat dan inspirator bagi bangsanya untuk maju dan
berubah. Mereka hanya akan berkeluh kesah, saling menyalahkan, dan
meratapi setiap permasalahan. Mereka tidak punya landasan idiil untuk
menatap masa depan bangsanya. Mereka tidak punya karakter untuk secara
disiplin, konsisten, adil, dan bertangung jawab memperjuangkan
kepentingan bangsanya. Mereka tidak punya agenda strategis untuk
mengubah peruntungan bangsanya. Pada saatnya para pemimpin seperti ini
hanya akan mewariskan bangsa yang “penakut,” “peniru,” dan “pengekor,”
yang masa depannya ditentukan atau didikte oleh bangsa lain, sehingga
lambat laun akan menjadi bangsa yang “tergadai” dan “terjajah.”
Hubungan antara mutu
sistem pendidikan kita hari ini dan masa depan bangsa kita sangatlah
jelas dan akan terbukti. Hubungan tersebut dilandasi oleh logika yang
sangat sederhana, bahwa pendidikan bermutu akan melahirkan SDM bermutu
pula, dan SDM bermutu dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai
persoalan bangsa, dan untuk membangun peradaban bangsa. Dengan logika
tersebut, jelaslah bahwa pendidikan yang bermutu adalah elan vital bagi
kemajuan satu peradaban. Bangsa-bangsa berperadaban tinggi adalah
bangsa- bangsa yang memiliki sistem pendidikan sangat bermutu. Membangun
sistem pendidikan bermutu adalah satu-satunya cara untuk membangun
bangsa yang kuat dan berperadaban tinggi.
Pendidikan dan Kenegarawanan
Bangsa yang ingin
berkembang menjadi bangsa yang besar, unggul, berdaulat, bermartabat,
dan berperadaban tinggi, dituntut untuk secara bersungguh-sungguh dan
konsisten meningkatkan mutu sistem pendidikannya. Para pemimpinnya
dituntut untuk dapat memanfaakan semua sumber daya dan kekuasaan yang
dimiliki demi terwujudnya sistem pendidikan yang bermutu. Mereka harus
mengenyampingkan semua bentuk ego, vested interests, dan kesombongan
demi kemajuan sistem pendidikan. Mereka harus siap mengatasi semua
rintangan, menghadapi semua resiko, dan berkorban, demi kemajuan
pendidikan. Misi utama mereka adalah memberikan pendidikan yang terbaik
bagi bangsanya, dan menghantarkan bangsanya ke masa depan yang lebih
baik. “The task of the leader,” kata Henry A. Kissinger, “is to get his
people from where they are to where they have not been.”
Para pemimpin harus siap
mempertaruhkan segalanya demi lahirnya generasi muda bangsa yang
beriman, berilmu dan berkarakter. Mereka adalah para pemimpin yang
visioner, yang akan mengesampingkan semua kepentingan politik sesaat
demi kepentingan masa depan bangsa dan negara. Mereka adalah negarawan,
bukan politisi. "Negarawan,” menurut Tanri Abeng, “berpikir generasi
berikutnya, sedangkan politisi berpikir pemilu berikutnya." Bagi mereka,
kekuasaan adalah alat pengabdian, bukan tujuan. Mereka berusaha
memanfaatkan kekuasaan untuk mewariskan kebaikan dan kemajuan sebanyak
mungkin bagi bangsanya.
Demi lahirnya generasi
muda bangsa yang bermutu, seorang negarawan tidak akan pernah
bereksperimen dalam urusan pendidikan. Setiap kebijakannya selalu
bertitik tolak pada analisis kebutuhan (need assessment), kondisi riil,
tujuan yang jelas, strategi yang matang, dan
uji coba atau pilot
project yang cukup. Mereka membuat keputusan berdasarkan data atau
berbasis riset (research based decisions), tidak berdasarkan praduga
atau opini atau kepentingan kekuasaan (authority based). Seorang
negarawan tidak akan pernah menyia- nyiakan anggaran pendidikan untuk
kepentingan pribadi atau politik atau kelompok. Dia tidak akan
membiarkan problematika pendidikan terjadi berulang-ulang dan
berlarut-larut tanpa solusi. Dia tidak akan pernah mengangkat pejabat
publik dalam bidang pendidikan hanya karena sebuah loyalitas politik.
Untuk ranah pendidikan, dia senantiasa bertindak profesional dan
menginginkan yang terbaik. Dia hanya memberi amanah kepada orang yang
tepat (the right man on the right place).
Mengamanahkan urusan
pendidikan kepada orang-orang yang memahami pendidikan, mencintai
pendidikan, dan berkomitmen terhadap kemajuan pendidikan adalah langkah
awal yang sangat penting bagi para pemimpin satu bangsa, untuk
mewujudkan sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Sebaliknya,
mengamanahkan urusan pendidikan kepada orang-orang yang tidak memahami
dan mencintai pendidikan adalah awal bagi kehancuran sistem pendidikan,
yang pada akhirnya secara perlahan akan menyebabkan kehancuran bangsa.
Sejarah perkembangan
bangsa-bangsa di dunia, mulai dari era Yunani Kuno hingga era
globalisasi sekarang ini, membuktikan bahwa bangsa-bangsa yang maju dan
unggul adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang baik,
dan bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang baik adalah
bangsa-bangsa yang memiliki pemimpin yang memiliki komitmen dan kemauan
politik untuk memajukan pendidikan bangsanya. Mereka secara all out dan
konsisten menggunakan kewenangan dan kekuasaan politik untuk memajukan
pendidikan. Mereka terus berupaya membuat berbagai peraturan
perundang-undangan, kebijakan, dan program-program pendidikan yang riil,
yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, bukan
program-program pendidikan yang hanya ada dalam retorika kampanye atau
disimbolisasikan dalam acara-acara seremonial belaka. Dengan penuh
pemahaman dan kesadaran, mereka tidak mau dan tidak pernah memanfaatkan
atau memperalat pendidikan untuk kepentingan-kepentingan politik atau
untuk tujuan pencitraan (education for politics). Sebaliknya, mereka
menggunakan kekuasaan politik untuk berbuat yang terbaik untuk kemajuan
pendidikan (politics for education).
Pendidikan sebagai Prioritas Utama
Bagi para pemimpin yang
visioner dan memiliki karakteristik kenegarawanan, kepentingan
pendidikan adalah hal yang paling utama. Pendidikan menjadi “panglima”
dalam agenda- agenda besar mereka, selalu menjadi prioritas utama dalam
kebijakan-kebijakan mereka. Visi ini dimiliki oleh banyak pemimpin di
dunia, antara lain Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris. Setiap
kali ditanyakan tentang prioritas utamanya, pria yang memiliki nama
lengkap Anthony Charles Lynton Blair ini selalu menjawab: "Education,
education, education." Selama menjadi Perdana Menteri Inggris, Blair
menambah dana pendidikan, memperbaiki dan mengupgrade sarana dan
prasarana pedidikan, mengintegrasikan TIK dalam sistem pelayanan
pendidikan, meningkatkan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan dan
menaikkan gaji mereka.
Pada masa kepemimpinan
Tony Blair, jumlah penambahan tenaga pendidik dan kependidikan di
Inggris melebihi jumlah penambahan tenaga kerja dalam bidang militer.
Pada masa itu, hampir 75% dari pekerja di Inggris adalah tenaga pendidik
dan kependidikan, sehingga rasio guru-murid di Inggris menjadi satu
berbanding 11, jauh lebih baik dari rasio guru-murid di negara-negara
maju lainnya, seperti Amerika Serikat, dimana rasio guru-murid adalah
satu berbanding 24. Meskipun belum sepenuhnya berhasil meningkatkan
prestasi anak- anak di Inggris dan mengatasi berbagai permasalahan
pendidikan di negaranya, komitmen dan kemauan politik Tony Blair untuk
kemajuan pendidikan patut diapresiasi dan diteladani.
Visi pendidikan Blair
juga dimiliki oleh para pemimpin dunia lainnya. Mantan Presiden Amerika
Serikat, George W. Bush, misalnya, menegaskan bahwa satu-satunya cara
bagi satu bangsa untuk dapat bersaing di abad ke-21 ini adalah dengan
membangun sistem pendidikan yang bermutu. Dalam ungkapan beliau: “You
see, we’ll never be able to compete in the 21st century unless we have
an education system that doesn’t quit on children, an education system
that raises standards, an education that makes sure there’s excellence
in every classroom.” Bagi Bush, membenahi sistem pendidikan adalah
langkah awal sebagai titik tolak bagi langkah- langkah berikutnya untuk
mengatasi berbagai persoalan bangsa. Dia mengatakan: “Think about every
problem, every challenge, we face. The solution to each starts with
education.” Berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang melanda
satu bangsa, seperti kemiskinan, keputusasaan, kepasrahan, dan
ketidaksabaran, dan kebodohan, umumnya bermuara pada satu hal, yaitu
sistem pendidikan, sehingga hanya dapat diatasi melalui penataan sistem
pendidikan dan meningkatkan efektifitas lembaga-lembaga pendidikan. “He who opens a school door,” kata Victor Hugo, “closes a prison”.
Ada hubungan yang erat
antara sistem pendidikan dan sistem politik di satu negara. Sistem
pendidikan akan mewarnai sistem politik, dan begitu juga sebaliknya,
sistem politik akan mewarnai sistem pendidikan. Realitas sistem
pendidikan satu bangsa adalah refleksi dari realitas sistem politiknya,
dan realitas sistem politik satu bangsa adalah refleksi dari sistem
pendidikannya. Karut marut kehidupan politik adalah bukti paling
autentik dari kegagalan sistem pendidikan, dan karut marut sistem
pendidikan adalah bukti autentik dari kegagalan sistem politik.
Pendidikan dan politik bahu membahu membentuk karakter satu bangsa dan
mewarnai masa depannya. Bersama-sama, pendidikan dan politik membentuk
dan mewarnai cara berpikir, bersikap, dan bertindak satu bangsa. Wajah
bangsa kita hari ini adalah refleksi dari wajah pendidikan dan politik
kita pada masa lalu, dan wajah bangsa kita di masa yang akan datang
dapat kita bayangkan pada wajah pendidikan dan politik kita hari ini.
Nilai Strategis Pendidikan
Ada beberapa nilai strategis yang membuat pendidikan begitu penting bagi satu bangsa dan menentukan masa depannya.
Pertama,
pendidikan adalah katalisator untuk mengubah informasi menjadi ilmu
pengetahuan, baik pengetahuan yang ada dalam buku-buku teks, maupun
pengetahuan yang ada dalam kehidupan. Pendidikan mengingatkan kita bahwa
segala sesuatu ada ilmunya, dan dengan ilmu, kita dapat melakukan
pencerahan (enlightenment) dan membuat setiap individu memiliki rasa
percaya diri (self confidence) untuk mengambil setiap keputusan,
menghadapi kehidupan, dan untuk menerima keberhasilan dan kegagalan.
Ilmu pengetahuan adalah kekuatan (knowledge is power) yang dapat menjadi
senjata pamungkas untuk menaklukkan medan kehidupan menuju masa depan.
Kekuatan dan daya saing satu bangsa tidak ditentukan oleh uang dan
senjata, tetapi ditentukan oleh mutu sistem pendidikan dan tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa yang menguasai dunia
saat ini dan akan menguasai dunia pada masa yang akan datang, bukanlah
bangsa yang memiliki persenjataan lengkap, tetapi bangsa yang memiliki
sistem pendidikan bermutu tinggi dan menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kedua, pendidikan adalah jendela dunia (window of the world).
Pendidikan menuntun kita untuk menjelajah, memahami, dan memaknai dunia
di sekitar kita. Dari penjelajahan, pemahaman, dan pemaknaan itu kita
akan mendapatkan perspektif untuk menjalani kehidupan dan mengembangkan
pemikiran serta pandangan tentang hal-hal yang ada dalam kehidupan kita.
Dalam konteks ini, pendidikan membuat kita memiliki kemampuan untuk
menginterpretasi berbagai hal yang ada di sekitar kita dengan benar.
Pendidikan yang baik menjauhkan kita dari berbagai illusi dan menghapus
semua bentuk keyakinan yang salah dalam pikiran kita. Pendidikan
membantu kita menciptakan gambaran yang jelas dan menghapus kebingungan
kita tentang segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Pendidikan
mengungkap berbagai pertanyaan dan juga membantu kita mendapatkan
jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ketiga, pendidikan adalah jendela kesempatan (window of opportunities).
Pendidikan mengembangkan potensi diri kita dan membekali kita dengan
berbagai kompetensi dan karakter yang kita butuhkan untuk mewujudkan
mimpi-mimpi kita. Kompetensi dan karakter secara bersama-sama membuka
pintu-pintu kesempatan bagi kita untuk menentukan dan mengembangkan
karir, dalam rangka merenda masa depan yang kita inginkan. Semakin baik
dan strategis pendidikan yang kita dapatkan, maka akan semakin baik dan
strategis pula jendela kesempatan yang terbuka untuk kita. Semua jenis
pekerjaan membutuhkan orang-orang yang terdidik (well-educaed), yaitu orang-orang yang berilmu (knowlegable), terampil (skillful),
kreatif, innovatif, dan berkarakter. Menurut Jean Piaget (1896-1980),
seorang ahli psikologi kognitif (cognitive psychologist) asal Swiss, “the
principal goal of education is to create men who are capable of doing
new things, not simply of repeating what other generations have done”
(tujuan utama pendidikan adalah utuk menghasilkan manusia yang mampu
mengerjakan sesuatu yang baru, tidak hanya mengulang apa-apa yang telah
dilakukan oleh generasi sebelumnya).
Keempat,
pendidikan adalah sarana mobilitas sosial. Semua bentuk kualifikasi,
kompetensi, dan prestasi yang diraih melalui pendidikan adalah energi
positif yang akan mendorong seseorang ke posisi sosial tertentu.
Pendidikan yang baik akan memberikan kompetensi keilmuan dan ketrampilan
yang baik, lalu kompetensi keilmuan dan ketrampilan yang baik akan
membuka kesempatan bagi pekerjaan atau profesi yang lebih baik,
pekerjaan atau profesi yang lebih baik tentu saja menjanjikan insentif
atau kepercayaan (trust) lebih baik pula, dan tingkat pengakuan yang
terus meningkat akan menaikkan status sosial.
Kelima, pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia (basic human needs). Setiap warganegara membutuhkan pendidikan dan harus diberi akses pendidikan (education for all), dan semua komponen bangsa harus berpartisipasi dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan (all for education). Mengabaikan
hak-hak pendidikan warga negara dan tidak memberikan kontribusi apapun
dalam kegiatan pendidikan adalah sebuah tindakan yang egois dan tidak
bertanggung jawab. Jika kebutuhan pendidikannya dipenuhi, maka rakyat
akan siap untuk berubah dan membangun. Sebaliknya, jika kebutuhan
pendidikannya tidak terpenuhi masyarakat tidak akan siap untuk
berubah, apalagi membangun. Masyarakat yang tidak terdidik akan
mudah frustasi, pemarah, dan cenderung apatis terjhadap lingkungannya.
Keenam, pendidikan adalah peta jalan (road map) menuju masa depan. Setiap individu, masyarakat, dan bangsa membutuhkan pendidikan sebagai peta jalan (road map)
untuk menyongsong masa depan. Pendidikan membuka mata kita tentang
corak masa depan yang bagaimana yang seharusnya kita wujudkan, mengapa
kita harus menuju ke sana, jalan mana yang harus kita tempuh untuk tiba
di sana, dan bagaimana atau dengan kendaraan jenis apa seharusnya kita
menuju ke sana.
Dengan beberapa nilai strategis yang dimilikinya, maka pendidikan benar-benar menjadi faktor yang menentukan (determinant factor)
bagi masa depan satu bangsa. Bangsa yang membiarkan sistem pendidikan
nasionalnya terpuruk dan penuh problematika adalah bangsa yang tidak
bertanggung jawab dan pasrah terhadap masa depannya. Mencermati kondisi
pendidikan nasional kita hari ini secara seksama bukanlah upaya
mencari-cari kesalahan, tetapi sebuah langkah penting untuk menemukan
rancangan yang tepat bagi masa depan kita. Merancang dan menata sistem
pendidikan berarti merenda masa depan. Jika hari ini kita belum puas
dengan sistem pendidikan nasional kita dan terus membiarkan kita tidak
puas dengannya, dapat dipastikan bahwa masa depan yang tidak bahagia
telah menanti kita. Jika kita menginginkan sebuah masa depan yang
bahagia bagi bangsa kita, maka hanya ada satu cara, yaitu memastikan
bahwa hari ini kita memiliki sistem pendidikan nasional yang bermutu,
yaitu sistem pendidikan yang membahagiakan dan membanggakan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar